Website Suster SCMM Maria Berbelas Kasih - Provinsi Indonesia

Kesetiaan

KESETIAAN SERTA PENGHARAPAN DALAM KEBERSAMAAN
Pengantar
Kualitas sebuah organisasi maupun komunitas kecil akan sangat dipengaruhi oleh kualitas kebersamaan anggota-anggotanya.”.
Kebersamaan membuat kita merasa tidak sendiri. Kebersamaan membuat kita merasa lebih kuat.
“Sahabat butuh kepercayaan, sesuatu yang mudah untuk dimiliki namun juga sangat mudah untuk pergi. Jadilah sahabat yang JUJUR & SETIA.”

Para saudara pernahkah anda membaca cerita kesetiaan seekor anjing pada tuannya? Di Jepang ada legenda seekor anjing yang setia menemani tuannya, prof. Dr. Elisaburo Ueno, guru besar di universitas Tokyo. Awalnya, hachiko, nama anjing itu, diajak mengantar dan menjemput tuannya di sebuah stasiun kereta api. Setiap hari, hachiko selalu menunggu dengan setia kedatangan sang profesor. Suatu saat, di tahun 1925, sang profesor tidak muncul di stasiun kereta api, karena meninggal di tempat ia mengajar. Namun, hachiko dengan kesetiaan luar biasa tetap menanti, hingga tengah malam. Keesokannya, bahkan dikisahkan seterusnya selama 10 tahun, ia terus menunggu.
Suatu  saat, hachiko tertabrak dan mati seketika. Kisah ini sangat mengharukan masyarakat Jepang, sehingga mereka mengabadikannya dengan mendirikan patung anjing. Dari kisah ini, dapat kita petik untuk kehidupan religius kita yang buahnya dapat dirasakan dalam hidup kebersamaan kita sebagai saudara sekomunitas, setarekat. Kesetiaan hanya mungkin terpelihara dan terwujud dengan baik, manakala setiap pribadi mengupayakannya dengan bersandar dan bersatu  erat dengan pribadi yang memanggil kita yakni Yesus Kristus. Dia adalah pokok  anggur  yang memberikan buah anggur kesetiaan kepada kita, jika terlepas dari sang pokok anggur, maka kita tidak mungkin membuahkan anggur kesetiaan ( bdk.Yoh. 15:5). Lebih lanjut, bahwa kesetiaan kita, tidak hanya asal setia (pasif), tetapi kesetiaan kita haruslah  proaktif yang dapat memberikan makna, warna dalam hidup kebersamaan di komunitas, tarekat.  Kesetiaan yang dimaksudkan disini adalah kesetiaan yang selalu peduli (care), saling memelihara (maintain mutual), merawat (mutual caring) panggilan pribadi dan bersama melalui kesetiaan terhadap doa pribadi dan bersama di komunitas, peduli terhadap kebutuhan konfrater,  saling meneguhkan, mengingatkan, mendukung, membangun, mensupport, menguatkan, menggembirakan, rukun dan damai, memberdayakan, mengorangkan, menyelamatkan demi mencapai tujuan panggilan pribadi dan bersama sebagai saudara sepanggilan. Itulah menurut hemat saya kesetiaan yang membawa pengharapan  dalam hidup bersama di komunitas dan tarekat.  Atau dengan kata lain, itulah kesetiaan yang memberdayakan bukannya memperdayai. Kata kuncinya adalah kalau mau setia, maka kita harus bersatu erat dengan sang pokok anggur pemilik kesetiaan.  Sebab Ia yang memanggil kita adalah setia, Ia juga  akan menggenapi-Nya (1 Tes 5: 24). Dan jika kita setia, maka jaminannya adalah mahkota kehidupan abadi, asal kita tidak hidup dalam kepalsuan, semu, sebagaimana dalam Wahyu 2: 10b "Hendaklah engkau setia sampai mati dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." Kalau anjing tadi, bisa setia kepada tuannya, itu karena tuannya pasti peduli, memelihara, merawat, dengan penuh kasih sayang, serta memperlakukanya layaknya manusia. Maka, sebagai balasannya anjing ini setia bahkan lebih setia dari manusia. Bayangkan anjing ini rela menunggu tuannya bertahun-tahun di stasiun kereta api, hingga tertabrak kereta api. Demikianpun kita, kalau kita saling peduli (care), saling memelihara, merawat panggilan pribadi dan bersama,  saling meneguhkan, mengingatkan, mendukung, membangun, mensupport, menguatkan, menggembirakan, rukun dan damai, memberdayakan, mengorangkan, menyelamatkan, saya sangat yakin kesetiaan akan panggilan kita tetap terpelihara dengan baik.
KESETIAAN DALAM KEBERSAMAAN YANG PROAKTIF…
Kesetiaan menurut KBBI adalah  berpegang teguh (pada janji, pendirian, dsbnya); patuh; taat, bagaimanapun berat tugas yang harus dijalankan. Dalam kitab suci perjanjian baru, kata “setia" memiliki 3 makna yang berbeda, yaitu dapat dipercaya; taat menjalankan perintah Tuhan; dan orang yang percaya, pengikut atau penganut. Ketika Tuhan Yesus berbicara  tentang hamba-hamba-Nya yang bijaksana, baik dan setia, yang Dia maksudkan bahwa Dia sedang menantikan orang-orang yang mau percaya dan mengikuti Dia; taat dalam menjalankan ajaran-Nya dan dapat dipercaya sepenuhnya. Tuhan menginginkan kita, untuk terus beriman, bijaksana, baik dan setia kepada-Nya (bdk. Mat. 24:45; Mat. 25:21). Dan tentunya, kesetiaan kita akan dilihat dan diuji, diukur dalam hidup bersama kita di komunitas, tarekat, melalui hidup doa, hidup berkomunitas, hidup karya yang merupakan ciri khusus hidup religius kita.
1.   Setia, berarti dapat dipercaya: dalam arti setiap kita tentunya memiliki harapan atau kerinduan untuk selalu dipercaya dalam menangangani tugas-tugas tertentu, dikomunitas atau tarekat. Tidak ada dalam kamus kita, orang yang ingin hidup santai atau malas-malasan, tetapi ingin selalu mengekspresikan skills, bakat dan kemampuan atau kompetensinya. Untuk melihat apakah orang setia atau tidak, dapat dilihat dari sejauhmana komitmen, konsistensi, kedisiplinan, kesungguhan, kecerdasan  kita dalam menjalankan tugas yang dipercayakan kepada kita masing-masing, sebgaimana dalam perumpamaan tentang talenta, ada yang diberi lima, dua dan satu (Mat. 25: 14-30). Sadari, bahwa kemampuan atau talenta yang kita miliki adalah suatu bentuk kepercayaan yang Tuhan berikan kepada kita.Tuhan selalu menguji kita apakah kita termasuk hamba yang baik dan setia atau tidak, melalui tugas yang dipercayakan kepada kita, baik itu di komunitas ataupun tarekat. Oleh karena itu, sekali lagi maknai setiap tugas yang dipercayakan kepada kita sebagai ujian kesetiaan kita dari Tuhan, apakah kita mampu mengembangkan amanah, kepercayaan itu atau malah kita apatis, pasif, tidak proaktif, takut seperti orang dalam perumpamaan yang diberi satu talenta (bdk.Mat. 25: 24-25)..
2.    Setia berarti taat menjalankan perintah Tuhan: dalam arti sebagai seorang religius yang telah berjaanji atau  mengikrarkan kaul ketaatan kepada Tuhan, yang disaksikan oleh pemimpin gereja, tarekat dan umat yang hadir, maka konsekuensinya kita harus komit menghayati apa yang telah kita ucapkan secara sadar.  Kesetiaan kita dapat dinilai dari seberapa patuh, taatnya kita dalam menerima dan  melaksanakan setiap tugas perutusan yang dipercayakan kepada kita. Kesetiaan akan semakin bernakna, manakala kita juga selalu rendah hati digadapan Tuhan dan sesama. Semakin kita beriman, berilmu, haruslah semakin rendah hati. Orang yang setia adalah dia yang taat dan rendah hati dalam menerima dan menjalankan setiap tugas, perintah, ajaran dari Tuhan melalui para pemimpin di komunitas, tarekat. Dan tentunya, ketika kita mengikrarkan janji taat kepada Tuhan, konsekuensinya adalah kita siap menerima dan menjalankan perintah-Nya, ajaran-Nya, tugas perutusan-Nya yang dipercayakan kepada kita, melalui tugas dari pemimpin komunitas, pemimpin tarekat. Inilah bukti atau tanda kesetiaan kita kepada hidup kebersamaan kita dalam komunitas, tarekat sebagai saudara sepanggilan. Setia tidak berarti asal ada dan hidup dalam komunitas, tarekat, tetapi harus secara proaktif mengusahakan, agar keberadaan kita dapat memberikan kontribusi yang baik, positif,  berkualitas, untuk kehidupan bersama kita, di komunitas, tarekat, melalui pikiran, tenaga, moral, spiritual dalam wujud, bentuk, setia dalam menjalankan tugas perutusan, doa pribadi dan bersama, sikap dan prilaku yang baik. Tuhan bersabda, “barangsiapa yang setia sampai akhir” akan selamat” (bdk. Mat. 10: 22).
3.   Setia berarti orang yang percaya: dalam arti bahwa seorang religius adalah orang-orang yang percaya, pengikut Tuhan. Bagaimana mungkin ia setia, kalau ia tidak percaya kepada Tuhan yang memanggilnya. Atau dengan lain kata, karena kepercayaan atau keyakinan bahwa Tuhanlah yang memanggil kita adalah setia, maka kitapun seharusnya juga setia (bdk. 1 Tes 5: 24). Orang yang percaya adalah orang yang hidup bersatu dengan Tuhan. Dan karena itu, iapun selalu hidup dipimpin oleh Roh dan buah Roh itu ialah kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah lembutan, penguasaan diri.(Gal. 5:22-25). Dengan demikian, kesetiaan kita dalam menjawabi panggilan Tuhan, diharapkan dapat menghasilkan buah Roh itu dalam kebersamaan kita sebagai saudara sepanggilan.
Bagaimana Caranya Agar Kita Bisa Hidup Dalam Kesetiaan?



1. Tetap bersandar pada kesetiaan Tuhan yang tidak berubah
Kesetiaan dan ketaatan telah diteladan oleh Tuhan kita Yesus Kristus, itulah sebabnya Allah Bapa sangat meninggikan-Nya dan mengaruniakan kepada-Nya nama diatas nama (Filipi 2:8-11). Sebagai seorang yang  telah dipanggil, kita diharapkan dapat belajar dari Yesus. Namun, harus disadari, bahwa jika kita tidak setia, Allah tetap setia. Kebenaran ini seharusnya mendorong kita untuk bertumbuh di dalam kesetiaan dan bangkit kembali tatkala kita jatuh di dalam ketidaksetiaan. Sebagaimana dalam Mz. 25:10 dikatakan, Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran,  bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya  dan peringatan-peringatan-Nya; Juga dalam kitab Amsal   3:5-6
2.  Tetap belajar untuk setia mulai dari perkara-perkara yang kecil
Setiap tugas perutusan yang dipercayakan kepada kita adalah suatu bentuk, cara, menggembleng kita untuk belajar setia, jika kita setia dan penuh tanggungjawab dalam menjalankannya, maka kita siap untuk tanggungjawab yang besar.
3.   Tetap berserah diri kepada Tuhan
Tak bisa disangkal terkadang kita kurang berserah kepada kehendak Tuhan, kita lebih cenderung memikirkan kepentingan pribadi, segala sesuatu berpusat pada diri sendiri. (bdk.Rm 14:8).
 Untuk menjadi orang yang tetap setia di dalam Tuhan, maka keegoisan diri kita harus dikesampingkan, Allah harus mendapatkan tempat teratas di dalam hidup kita, Dia harus menjadi pusat dan  hidup kita. (Bdk.  Rm 12:1-2).
4.   Tetap bergantung pada Tuhan
Tak jarang kita menggeser Tuhan dari rencana yang kita buat, kita mengandalkan dan bergntung pada kekuatan kita sendiri, akibatnya kita gagal (bdk. Yoh 15:5). Sementara itu, arus modernisasi dunia menawarkan berbagai kemudahan di segala bidang kehidupan mengakibatkan kita tidak lagi bergantung kepada Tuhan. Bisa jadi kita menganggap, Tuhan adalah penolong cadangan yang hanya dibutuhkan saat kita sudah benar-benar dalam keadaan gawat darurat. Sadarilah sebagai orang-orang yang terpanggil, janganlah kita hidup ikut arus dunia ini! Biarlah kita tetap taat dan setia dengan jalan bergantung mutlak kepada-Nya setiap saat. Mahkota kehidupan adalah hadiah terindah yang akan diterima oleh kita yang taat dan setia sampai akhir (Why 2: 10b).
5.   Tetap berharap dan berdoa serta bersyukur padaNya
Sebagai seorang religius yang rapuh dan lemah, sudah seharusnya kita berharap sambil berdoa kepada yang Empunya kekuatan, Pemilik segala sesuatu, agar kita senantiasa diberikan kekuatan, ketabahan, kemampuan, agar tugas perutusan kita dapat menghasil buah (bdk. Yoh. 15: 16). Setia terhadap doa pribadi dan doa bersama di komunitas adalah kunci kesetiaan kita kepada Tuhan dan dalam hidup bersama. Jangan pernah menggantikan hidup doa dengan hidup karya. Justeru hidup doa, apa itu doa pribadi atau bersama di komunitas merupakan sumber kekuatan, inspirasi dalam karya kita. Pengalaman membuktikan bahwa ketika kita jarang berdoa, maka performance kita sangat jauh dari harapan sebagai seorang religius. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah kita harus menjadi seorang religius yang tahu bersyukur. Banyak diantara kita yang lupa diri bahkan tak jarang ada yang tak pernah puas, cukup dengan apa yang dimiliki, termasuk keadaan diri kita. D’masif mengajak serta mengingatkan kita dalam tembangnya syukuri apa yang ada, hidup adalah anugerah. Atau seorang penulis rohani menulis tidak ada sesuatu yang pantas kita berikan kepada Tuhan, selain ucapan syukur. (bdk.1 Tes 5:18).





Penutup
Kebersamaan yang hanya diukir penderitaan, bisa jadi menjadi perekat utama dihari kemudian. Bijaklah memandang kehidupan. Sesuatu yang buruk bisa jadi menghasilkan hal baik.
“ Saat kita masih bersama, kita akan merasakan arti kebersamaan. Dan saat kita terpisah jauh,  kita akan lebih memahami makna kebersamaan yang  telah kita lalui bersama.”
“Sahabat adalah mereka yg berani menegurmu ketika kamu melakukan salah. Mereka yg ingin kamu menjadi pribadi yg lebih baik.”



Para saudara, demikianlah tulisan ini, semoga dapat bermanfaat dan menjadi inspirasi bagi kita dalam menghayati kesetiaan, serta pengharapan dalam kebersamaan. Bahwasannya kesetiaan kita harus membawa asa yang baik dan positif dalam hidup bersama kita. Kesetiaan seorang religius harus lahir dari kualitas hidupnya, yang terejahwantah dalam sikap, perilaku dan perbuatan yang baik, positif, bagi dirinya, komunitas, tarekat. Kesetiaan yang semu, sangat tidak diharapkan, yang diharapkan adalah kesetiaan yang berkualitas, berkontribusi untuk hidup dalam kebersamaan. Tidak ada yang tidak pernah setia, namun jalan pertobatan adalah sebuah pintu untuk kembali pada kesetiaan itu. Dan akan semakin sempurna, manakala kesetiaan kita dapat saling menguatkan, meneguhkan serta menyelamatkan proses panggilan kita. Kesetiaan kita pada hidup doa, baik pribadi maupun bersama kiranya dapat menghantar kita untuk kesetiaan kita pada panngilan Yesus dan juga dalam hidup kebersamaan kita di komunitas, tarekat. Akhirnya, marilah kita mengusahakan kesetiaan kita, agar bersatu erat, intim dengan Tuhan yang  memanggil kita kepada persekutuan dengan Anak-Nya Yesus Kristus, Tuhan kita, adalah setia (1 Kor 1: 9).



Share this post :

Posting Komentar

 
Copyright © 2015-2020. SCMM Provinsi Indonesia - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger - Posting